Bukan maksudnya untuk 'meremehkan' upacara . Iya saya tau, upacara diadakan untuk menghormati jasa-jasa pahlawan kita. Tapi, untuk apa masih dilaksanakan rutin dengan rasa berat hati.
Setiap hari Senin pagi, murid-murid di
 sekolah-sekolah yang ada di Indonesia melakukan upacara penaikan 
bendera, satu kegiatan yang sifatnya turun temurun. Walaupun zaman tlah 
berkembang semakin modern, kegiatan ini masih terus dipertahankan dengan
 berbagai alasan. Dalam pemikiran saya yang jahat (hehee), rutinitas ini
 sudah tidak layak dipertahankan lagi karena membosankan, membuang-buang
 waktu dan tidak memberikan manfaat nyata.
Upacara
 itu membosankan. Mulai dari SD hingga SMA, ritualnya tetap sama. 
Dimulai dengan baris berbaris, prosesi upacara, pembacaan Pancasila 
serta pembukaan UUD 1945, menaikan bendera sambil menyanyikan Indonesia 
Raya, mengheningkan cipta bagi pahlawan bangsa yang telah gugur, pidato 
kepala sekolah, dll. Bagi murid SD tahun pertama, upacara setiap hari 
Senin pagi menjadi ritual yang sangat dinantikan. Namun,
seiring dengan perkembangan umur dan perjalanan waktu, kegiatan ini membuat murid-murid menjadi terbiasa dan kurang memberi perhatian pada isi dari kegiatan upacara ini. Dan saat murid menjadi bosan, perhatian mereka akan mudah teralih, misalnya, berbicara dengan teman-temannya ketika upacara berlangsung, bercanda, dan lainnya. Jangankan murid, guru-gurunya pun sering berbincang sendiri. Guru adalah contoh teladan bagi murid. Salah besar kalo guru menghukum muridnya karena ribut saat upacara. Ya tidak lain dan tidak bukan, alasan para guru juga sama, BOSAN harus berdiri terus-terusan di bawah terik matahari (biar masih pagi kan tetap aja kepanasan) yang secara REAL terlihat, hanya untuk mendengarkan kepala sekolah yang sedang ceramah. Asal kalian tau, jauh dari lubuk hati sang kepala sekolah (ceileee...) dia juga sangat-sangat merasa bosan. Masih mending guru dan murid hanya diam di tempat. Sedangkan kepala sekolah, harus mengeluarkan energinya secara percuma untuk mengeluarkan kata-kata yang belum tentu didengar oleh para peserta upacara. Belum lagi ia harus mempersiapkan pidato untuk tiap minggunya.
seiring dengan perkembangan umur dan perjalanan waktu, kegiatan ini membuat murid-murid menjadi terbiasa dan kurang memberi perhatian pada isi dari kegiatan upacara ini. Dan saat murid menjadi bosan, perhatian mereka akan mudah teralih, misalnya, berbicara dengan teman-temannya ketika upacara berlangsung, bercanda, dan lainnya. Jangankan murid, guru-gurunya pun sering berbincang sendiri. Guru adalah contoh teladan bagi murid. Salah besar kalo guru menghukum muridnya karena ribut saat upacara. Ya tidak lain dan tidak bukan, alasan para guru juga sama, BOSAN harus berdiri terus-terusan di bawah terik matahari (biar masih pagi kan tetap aja kepanasan) yang secara REAL terlihat, hanya untuk mendengarkan kepala sekolah yang sedang ceramah. Asal kalian tau, jauh dari lubuk hati sang kepala sekolah (ceileee...) dia juga sangat-sangat merasa bosan. Masih mending guru dan murid hanya diam di tempat. Sedangkan kepala sekolah, harus mengeluarkan energinya secara percuma untuk mengeluarkan kata-kata yang belum tentu didengar oleh para peserta upacara. Belum lagi ia harus mempersiapkan pidato untuk tiap minggunya.
Ada yang bilang, "Upacara untuk 
menanamkan disiplin anak muda sejak dini." Coba dipikirin lagi, betul 
gak sih?? Kita liat aja faktanya saat upacara. Keberadaan guru pengawas 
untuk mengatur disiplin siswa juga tidak banyak membantu. Murid dan guru
 sangat dirugikan oleh kegiatan rutin di awal minggu macam ini. Dan 
sesudah upacara selesai, pemborosan waktu ini dilanjutkan oleh guru dan 
murid. Sesudah upacara, murid-murid tidak langsung masuk kelas. Mereka 
akan duduk dulu di lapangan atau di luar kelas. Alasannya? "Capek", 
"dinginin kepala dulu Bu sebelum belajar", "males belajar karena otaknya
 baru habis digoreng (oleh matahari)". Sedangkan guru,  beberapa guru 
sudah tidak muda lagi usianya, mereka menhabiskan waktu dulu selama 
10-15 menit untuk beristirahat, bincang santai, minum kopi, merokok, 
menceramahi siswa yang tertangkap tidak disiplin saat berbaris, dll.
Selain
 alasan di atas, upacara bendera juga tidak memberikan manfaat nyata. 
Karena sudah terbiasa, murid-murid sudah tidak peduli lagi mengenai 
tujuan dari upacara bendera. Bagi mereka, upacara adalah satu rutinitas 
yang harus dilakukan setiap hari Senin, tidak lebih. Kalaupun ada alasan
 upacara itu diperlukan untuk menanamkan nasionalisme, saya yakin ada 
cara lain yang lebih baik daripada melakukan upacara setiap hari Senin 
pagi. Lihat orang-orang yang duduk pemerintahan sekarang ini. Berapa 
banyak dari mereka yang layak disebut sebagai seorang nasionalis? 
Padahal mereka dulu mengikuti upacara bendera sejak dari SD hingga SMA. 
Kalau anda pegawai negeri, maka anda sudah mengikuti upacara sejak dari 
SD hingga kini.
Bukan maksud saya memberikan 
fakta negartif mengenai upacara bendera, trus ingin menghilangkannya. 
Tentu tidak. Yaa kembali lagi dengan alasan saya yang di atas tadi. 
Hanya sekedar tugas sekolah yang saya secara iseng-iseng saya jadikan 
blog. Toh, segala yang ada di dunia ini ada sisi positif dan negatifnya.
 Ambil hikmahnya aja deh :) Betuul?
Upacara
 kan masih bisa dilaksanakan untuk memperingati Hari Pancasila , Hari 
Kemerdekaan, Hari Pendidikan, Hari Pahlawan, dll. Kan pada dasarnya sama
 aja dengan upacara rutin tiap hari senin, tujuan sebenarnya sama-sama 
untuk mengenang jasa para pahlawan. Dengan begitu, sikap nasionalisme 
tetap terpelihara. Justru, nasionalisme itu tidak harus lewat upacara bendera, melainkan sikap dan penghormatan kita.
 Nasionalisme bisa dipupuk lewat banyak cara tapi tidak perlu harus 
dengan upacara setiap hari Senin yang mana lebih banyak memakan waktu 
pelajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar